Andai Zainuddin Memaafkan Hayati
“…sungguhpun demikian pembalasanmu, kesalahanmu itu telah ku maafkan sebabnya ialah lantaran saya cinta akan engkau…”
Hayati tau benar atas kesalahannya kepada Zainuddin. Pengkhianatan sebuah janji adalah suatu kesalahan fatal yang tentu tidak semua orang mampu memaafkannya termasuk seorang Zainuddin.
Padahal, pengkhianatan itu tidak semata-mata berdasar atas keinginannya sendiri. Tidak banyak yang beruntung untuk mampu menjelaskan karena memang tidak adanya kesempatan.
Butuh waktu yang lama untuk Zainuddin bisa bangkit dari rasa sakit dan kecewa atas pilihan Hayati, namun itu tidaklah sebanding dengan lamanya rasa bersalah dan penyesalan Hayati yang ia rasakan diam-diam kepada Zainuddin.
Hayati memang masih hidup namun ia sudah mati dibelenggu oleh maaf dari sang kekasih hatinya, Zainuddin. Hari-harinya diisi dengan kehampaan jiwa dan arah hidupnya.
Betapapun Hayati mencoba untuk menebus kesalahannya, Zainuddin tetap bersikukuh dengan egonya untuk membalaskan rasa dendamnya kepada Hayati. Dia akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal van der Wijck. Hayati pun pergi, ia menaiki kapal Van Der Wijk.
Namun nahas, ternyata kapal yang ditumpanginya tersebut tenggelam saat berada diperjalanan. Nyawa Hayati tak tertolong. Disaat Hayati sudah mempasrahkan jiwanya, Zainuddin justru menangis, memohon, meminta Hayati kembali disisinya sembari menyesali perbuatannya.
Andai dulu Zainuddin mau memaafkan Hayati…
Maafkanlah aku. Maaf ini bukan hanya untukku, melainkan juga untuk dirimu.
Karena “pada tali itu pula, pengharapanmu sendiri bergantung”.
Aku tidak akan memaksamu untuk memaafkanku. Tapi aku takut jika nanti rasa penyesalanmu kelak akan jauh lebih besar dibanding rasa sakitmu yang ternyata berangsur membaik.
Karena yang abadi bukanlah rasa sakit, melainkan rasa penyesalan.
-ulissaragih-